Editor: Dr. Dafri Agussalim, MA
Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat strategis dan penting di dunia, baik dilihat dari geoekonomi, geopolitik maupun geostrategis. Asia Tenggara, yang meliputi 10 negara anggota ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Singapura, Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar) adalah wilayah yang sangat luas yaitu +/-4.545.792 km2, dengan jumlah penduduk mencapai 655.298.044jiwa. Setidaknya dalam 3 atau 4 dekade terakhir sampai dengan merebaknya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, yaitu rata-rata di atas 5% per tahun. Bahkan pernah diprediksi pada tahun 2030 ASEAN akan menjadi kawasan dengan ekonomi terbesar ke 4 di dunia.3Ini artinya ASEAN dan negara-negara anggota merupakan mitra kerja sama ekonomi dan perdagangan yang sangat menarik bagi sebagian besar negara-negara di dunia.
Detail Terbitan
Intervensi kemanusiaan terhadapRohingya di Myanmar merupakan isu yang paling menonjol di kawasan Asia Tenggara. Perspektif konstruktivis memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah melalui norma-norma dan ide-ide. Sejarah intervensi kemanusiaan terhadap Rohingya terjadi sejak ketidakadilan dari kolonial Inggris dan ketakutan bahwa Islam akan mengambil alih kekuasaan di dalam negeri. Banyak orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar karena penindasan yang berlangsung lama oleh pemerintah. Integrasi Myanmar ke dalam ASEAN memicu kontroversi dan kritik dari masyarakat internasional karena citra ASEAN sudah memburuk. Integrasi Myanmar ke dalam ASEAN tidak memberikan hasil yang diharapkan kedua belah pihak. The ASEAN Way yang dijunjung tinggi asosiasi ini juga menahan ASEAN untuk menyelesaikan intervensi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar
Kata kunci: ASEAN, Myanmar, Rohingya, intervensi kemanusiaan, konstruktivis
ASEAN merupakan organisasi yang menunjukkan dukungannya secara aktif terhadap Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan—Women, Peace, and Security(WPS)—sebagai agenda penting untuk mendorong keamanan serta perdamaian yang berkelanjutan dengan menaruh perhatian pada pemberdayaan perempuan. Namun, ASEAN memiliki keterbatasan institusional dalam merespons lanskap perdamaian dan keamanan yang dinamis, sebab peran ASEAN terbatas kepada pengakuan ketimpangan gender serta pemberian ruang yang terbatas bagi perempuan pada politik dan proses binadamai. Tulisan ini memaparkan bahwa kerangka institusional ASEAN membatasi implementasi agenda WPS di tingkat regional melalui dua landasan konseptual: kompleks keamanan dan ASEAN Way.
Kata kunci: ASEAN, agenda WPS, keamanan, kekerasan, gender
Segitiga Emas sebagai pusat produksi narkoba menjadi episentrum kegiatan penyelundupan narkoba. Penempatannya yang strategis memungkinkan narkoba untuk ditransmisikan pada tingkat transnasional. Isu keamanan regional ini menimbulkan prahara yang cukup berat atas kondisi ekonomi, termasuk risiko sosial yang tidak terbatas hanya pada satu negara, sehingga menimbulkan kompleks keamanan. Makalah ini akan mencoba untuk menganalisis signifikansi ASEAN sebagai forum regional dalam mencapai tujuan ambisiusnya ‘Drug-free ASEAN’ pada tahun 2025 dengan mencontohkan hambatan, termasuk peluang untuk mencapai keadaan tertentu. Di yang pertama, ditemukan bahwa kurangnya tindakan bersama di forum regional bertindak sebagai akibat langsung dari definisi longgar ‘ASEAN Way.’ Akibatnya, makalah ini berpendapat bahwa kondisi yang menguntungkan berada di posisi ASEAN sebagai rezim internasional. untuk mempelopori penciptaan norma yang harus digunakan dalam menyusun kerangka kerja yang diperlukan untuk memerangi narkoba.
Kata kunci: peredaran narkoba, pembuatan norma, asean, segitiga emas
Dalam menghadapi kelumit riwayat demokratisasi Myanmar yang sejak dekade 1980 berada di bawah pemerintahan junta militer, ASEAN telah mengutilisasi mekanisme manajemen konflik terobosan yang dikenal sebagai Constructive Engagement. Tulisan ini berargumen bahwa, sebagai alternatif dari doktrin non-intervensi ASEAN, mekanisme tersebut mampu mengkatalisasi progres demokratisasi bertahap namun lambat di ranah domestik Myanmar melalui penerimaan dan inklusi Myanmar sebagai anggota ASEAN serta intensifikasi interaksi ekonomi dan politik bilateral maupun multilateral yang berkelanjutan dengan Myanmar. Implementasi mekanisme Constructive Engagementtersebut tak lepas dari katalis-katalis berupa tekanan dari negara-negara anggota ASEAN lain yang “bermain” menurut logika regional security complexAsia Tenggara serta kepentingan-kepentingan sekuritisasi aktor-aktor politik internasional, di antaranya Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa, dalam konteks multipolaritas pasca Perang Dingin di kawasan Asia Tenggara.
Kata kunci: ASEAN, Constructive Engagement, Myanmar, ASEAN Way, prinsip non-intervensi
Meningkatnya peran dan vitalitas ASEAN sebagai organisasi antarpemerintah ditandai dengan penggabungan upaya-upaya multilateral dalam pemberantasan ancaman dan membina keamanan di Asia Tenggara. Namun, kelemahan organisasi regional tersebut dapat terlihat dari ketidakmampuannya dalam pemenuhan tujuan dan nilai-nilainya sendiri, terutama dalam memerangi kejahatan transnasional, khususnya penyelundupan senjata. Meskipun diakui oleh ASEAN sebagai bentuk kejahatan yang penting untuk ditangani, penyelundupan senjata telah berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Kelompok-kelompok separatis, organisasi teroris, dan jaringan kejahatan meningkatkan kemampuan persenjataan mereka karena negara-negara anggota ASEAN terus-menerus gagal menahan dan menyelesaikan kasus-kasus perdagangan senjata. Namun, kejahatan ini diintensifkan dengan isu-isu ASEAN yang sudah ada sebelumnya seperti pengeluaran militer dan korupsi pemerintah yang telah membantu dan mendukung penyelundupan senjata.
Kata kunci: perdagangan senjata, ASEAN, perdagangan, keamanan regional
Perdagangan ilegal manusia (trafficking in persons) terus menjadisalah satu ancaman keamanan transnasional terbesar di Asia Tenggara. ASEAN sebagai organisasi kawasan berusaha untuk mengatasi permasalahan ini melalui konvensi ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP). Meskipun telah merancang dasar hukum kerjasama kawasan, jumlah kasus perdagangan ilegal manusia di ASEAN cenderung tidak menurun. Esai ini mengidentifikasi tantangan yang dihadapi ASEAN dalam mengimplementasikan kerangka hukum terkininya menggunakan pendekatan keamanan manusia (human security). Dua tantangan yang diidentifikasi dan dianalisis adalah permasalahan dalam penegakan hukum domestik yang tidak selaras dengan prinsip perjanjian internasional serta aspek gender dalam memahami perdagangan ilegal manusia sebagai permasalahan keamanan. Disimpulkan bahwa tantangan-tantangan ini membatasi usaha legal ASEAN melalui ACTIP dalam memprioritaskan keamanan manusia dan melindungi individu-individu dalam negara-negara anggotanya.
Kata kunci: ASEAN, perdagangan manusia, ACTIP, perempuan dalam perdagangan manusia, keamanan manusia
Sebagai salah satu fokus utama dalam aspek keamanan non-tradisional, perubahan iklim telah menunjukkan peningkatan signifikansi di tingkat global, terutama di Asia Tenggara. Perubahan iklim membawa dampak yang merugikan bagi sisi ekologi dan juga membangun dilema antara sisi lingkungan dan ekonomi, yang kemudian menimbulkan tantangan baru bagi ASEAN. Oleh karena itu, artikel ini mencoba melakukan analisis terkait tantangan seperti apa yang dihadapi ASEAN terkait dilema tersebut. Untuk melakukan analisis yang menyeluruh terhadap kedua sisi, artikel ini menggunakan elemen ketahanan ekonomi dan keamanan lingkungan di bawah konsep human securitydan melihat bagaimana negara-negara anggota ASEAN menanggapi tantangan tersebut berdasarkan kondisi domestik mereka.
Kata kunci: perubahan iklim, human security, ketahanan ekonomi, keamanan lingkungan
Pada dekade terakhir, terjadi akselerasi penetrasi internet yang meningkat di wilayah ASEAN. Akhir-akhir ini, perkembangan tersebut juga dibarengi dengan gencarnya pertumbuhan ekonomi digital di banyak negara Asia Tenggara. Akan tetapi, ekosistem digital merupakan lingkungan yang rentan terhadap serangan siber, yang tidak hanya berakibat pada kerugian finansial namun juga ancaman terhadap keamanan negara. Melindungi lingkungan siber pada level ASEAN sangatlah penting dikarenakan karakteristik kejahatan siber yang transnasional. Meskipun begitu, proses formulasi dan institusionalisasi norma siber di ASEAN cenderung macet. Tulisan ini mengidentifikasi beberapa tantangan yang dihadapi oleh ASEAN dalam pembentukan peraturan siber di tingkat regional serta kesempatan yang dapat diambil untuk meneruskan agenda formulasi kebijakan siber.
Kata kunci: keamanan siber, keamanan siber regional, norma siber
Dewasa ini, kawasan Indo-Pasifik telah bertransformasi menjadi arena strategis internasional yang diperebutkan oleh kekuatan-kekuatan besar dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Cina. Kehadiran dua kekuatan besar di Laut Cina Selatan (LCS) merupakan tantangan bagi status quo yang dapat meningkatkan ancaman bagi security complex antarnegara khususnya di Asia Tenggara. ASEAN sebagai institusi regional terbesar di kawasan tersebut menjadi relevan dan berperan penting dalam menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian. Tulisan ini berargumen bahwa signifikansi dibentuknya ASEAN Outlook on Indo-Pacificadalah untuk menegaskan posisi dan mendorong penguatan netralitas ASEAN, memberikan panduan interaksi bagi aktor secara inklusif, dan mengelola persaingan antar aktor menjadi kerja sama.
Kata kunci: persaingan geopolitik, kerja sama, ASEAN Outlook on Indo-Pacific, sentralitas ASEAN
BB Fisipol Building, 5th Floor
Jl. Sosio Yustisia No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia