Editor: Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti
Student Working Papers(SWP) ini adalah kumpulan tulisan yang merupakan intisari dari tesis terpilih yang ditulis oleh mahasiswa Program Studi S-2 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada antara tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Sebagai wujud dari penelitian kolaboratif, penulis kedua di setiap tulisan adalah para dosenpembimbing daripenulis pertama. SWP ini merupakan edisi khusus yang diterbitkan di tahun 2019 dan dibagi ke dalam beberapatema utama yang mewakili konsentrasi keilmuan HI. Dengan adanya edisi khusus ini, maka jumlah SWP yang diterbitkan Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM di tahun 2019 menjadi lima edisi, yakni:
Publikasi ini sangat berguna bagi para pembaca yang hendak memperkaya diri dengan wawasan, diskusi, dan perdebatan dalam dunia keilmuan HI.
Detail Terbitan
Nila Sukmaning Rahayu | Siti Muti’ah Setiawati
Konflik yang melanda negara-negara di kawasan Timur-Tengah menyebabkan mobilisasi jutaan pengungsi ke Eropa. Institusi Uni Eropa gagal mencapai persetujuan untuk menyeragamkan kebijakan relokasi kuota wajibpengungsi sebab cara pandang pemerintah negara-negara Uni Eropa tidak sama dalam menyikapi pengungsi yang mayoritas datang dari negara muslim. Hal tersebut menciptakan beragamnya kebijakan luar negeri mereka yangberhubungan erat dengan faktor internal suatu negara seperti kekuatan ekonomi, siklus pemilu dan opini publik. Fokus penelitian ini dilandaskan pada pengambilan kebijakan yang diambil oleh ketiga negara Uni Eropa yaitu, Jerman, Italia dan Hungaria. Metode utama yang digunakan untuk menganalisis adanya hubungan kausalitas antara variabel independen dengan variable dependen yaitu metode descriptive analytic dengan logika berpikir inductive. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa di negara seperti Jerman, Italia dan Hungaria, faktor opini publik dengan indikator sejarah kedekatan dengan imigrasi dan respon publik merupakan faktor yang paling berpengaruh daripada kekuatan ekonomi dan siklus pemilu dalam menangani pengungsi.
Kata kunci: Uni Eropa, Jerman, Italia, Hungaria, krisis, pengungsi, Timur Tengah
Irza Khurun’in | Maharani Hapsari
Penelitian ini bertujuan untuk melihat formasi gerakan di seputar isu perlindungan hak buruh migran sektor domestik di Malaysia dengan melihat aktivisme transnasional dari empat organisasi masyarakat sipil, yakni WAO (Women’s Aid Organization), Tenaganita, NSI (North South Initiatives), dan AOHD (Archdiocesan Office of Human Development).Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Formasi serta pola jejaring lintas batas gerakan tersebut berkisar antara klaim hak asasi manusia, hak-hak buruh, gender equality at work, dan nilai kemanusiaan. Identitas kolektif gerakan terfragmentasi menjadi tiga, yakni identitas kosmopolitan, aktivis kemanusiaan, dan anggota organisasinya. Maka, penelitian inimenunjukkan bahwa citizenship bukan lagi pembatas dalam melakukan aksi kemanusiaan.
Kata kunci: uruh Migran Domestik, Aktivisme Transnasional, Hak Asasi Manusia, Identitas Kolektif, Akar Kosmopolitan
Made Selly Dwi Suryanti | Mohtar Mas’oed
Isu tentang “imigran ilegal” di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Keberadaan mereka di Indonesia diterima oleh Pemerintah atas dasar penghormatan terhadap HAM. Tapi dalam penanganannya pemerintah melibatkan organisasi internasional yakni UNHCR dan IOM. Dua organisasi tersebut merupakan organisasi kemanusiaan yang membantu “imigran ilegal” dengan tugas dan fungsi yang berbeda.UNHCR fokusterhadap pemberian perlindungan internasional berupa status pengungsi. IOM fokus terhadap pemberian fasilitas sehari-hari selama berada di Indonesia dan pendanaan terkait dengan kebutuhan imigran. Kajian ini melihat peran dua organisasi tersebut di Rudenim Denpasar dan Rudenim Surabaya. Bahwa kedua organisasi ini dalam menjalankan mandatnya menemukan dilema yang menyulitkan keduanya mengoptimalkan kerjanya. Kendala-kendala seperti proses birokrasi imigran, pola hubungan kerja antar dua organisasi tersebut dengan pihak rudenim, kondisi “imigran ilegal” di kedua Rudenim, kapasitas sumberdaya yang dimiliki oleh internal kedua organisasi, pola dan hubungan internal kedua organisasi dan motivasi kerja personil kedua organisasi tersebut yang kemudian melahirkan dilema. Dilema tersebut membuat kedua organisasi ini mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya sesuai dengan prinsip-prinsip tradisional humanitarianisme yakni kemanusiaan, imparsialitas, independensi dan netralitas. Pada akhirnya kedua organisasi tersebut tidak bisa sepenuhnya mengutamakan prinsip tradisional humanitarianisme. Dalam praktiknya, dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang disebut di atas, aksi kemanusiaan kedua organisasi lebih mengarah pada prinsipnew humanitarianisme di mana dalam menjalankan perannya prinsip tradisional humanitarianisme dapat dinegosiasikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek baru salah satunya seperti profesionalisme.
Kata kunci: “Imigran Ilegal”, UNHCR, IOM, Humanitarianisme, New Humanitarianism
Sri Hartati | Maharani Hapsari
Studi ini disusun untuk menganalisa proses sekuritisasi pengungsi Rohingya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan konsep sekuritisasi dari Barry Buzan. Buzan Menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses sekuritisasi yaitu, siapa aktornya, apa objek yang terancam, dan mekanisme apa yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif analitis sebagai alat analisisnya dengan menggunakan data sekunder. Temuan penelitian menunjukkan sekuritisasipengungsi Rohingya oleh pemerintah Indonesia mendapat respon politik dari masyarakat sipil. Masyarakat sipil berupaya menggeser lokus isu keamanan negara ke level isu keamanan manusia.
Kata kunci: Sekuritisasi, Pemerintah, Masyarakat Sipil
Valentia Nadya Dasadwiastaning | Nur Rachmat Yuliantoro
Penelitian ini berupaya untuk melihat dinamika dalam implementasi perlindungan anak di Indonesia. Perlindungan anak merupakan salah satu bantuan dari UNICEF kepada pemerintah Indonesia dengan tujuan membantu pemerintah Indonesia dalam memenuhi hak anak terbebas dari segala bentuk tindak kekerasan. Tujuan itu didasarkan pada pemenuhan komitmen Indonesia saat meratifikasi Konvensi Hak Anak. Perlindungan anak sendiri merupakan program yang diciptakan oleh UNICEF dengan pendekatan berbasis Hak Asasi Manusia yang kemudian diintegrasikan dengan Konvensi Hak Anak Internasional. Perlindungan anak mempunyai dinamika yang berbeda-beda jika diterapkandiberbagai negara termasuk di Indonesia. Disini penulis ingin melihat dinamika yang ada pada saat perlindungan anak diterapkan di Indonesia. Dinamika perlindungan anak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem hukum yang berlaku di Indonesia, hubungan antar aktor yang terlibat, norma budaya yang ada di Indonesia dan pengetahuan aktor yang terlibat tentang perlindungan anak. Dalam penelitian ini, penulis melihat beberapa aktor baik dari pemerintah maupun non pemerintah yang juga ikut terlibat dalam program perlindungan anak dari UNICEF, yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak(KPPPA), SOS Children‟s Villages, dan UNICEF sendiri selaku penggagas program perlindungan anak di Indonesia. Selain dinamika dan hambatan yang ada, disini peneliti melihat ada keberhasilan juga yang dicapai oleh UNICEF melalui program Perlindungan Anak. Keberhasilan yang dicapai antara lain mulai banyaknya masyarakat yang mau aktif terlibat untuk mencegah kekerasan anak hingga komitmen pemerintah yang semakin menguat dengan memperbaharui beberapa aturan hukumnya terkait perlindungan anak.
Kata kunci: Kekerasan Terhadap Anak, Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak, Hak Asasi Manusia, UNICEF
Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar | Samsu Rizal Panggabean
Dominasi rezim otoriter di Myanmar membuat kondisi penduduk yang beretnis Rohingya semakin memburuk,dengan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah membuat status kewarganegaraan mereka dicabut dan memaksa mereka untuk berekspansi ke negara lain. Eksodus yang dilakukan oleh etnis Rohingya tersebut memicu adanya kekhawatiran akan dampak yang lebih besar bagi negara tujuan sehingga diperlukan upaya koordinasi antara pemerintah Myanmar dan pemerintah negara-negara kawasan Asia Tenggara agar kestabilan keamanan kawasan tetap terjaga. Beberapa kali institusi regional ASEAN melakukan upaya-upaya pendekatan terhadap pemerintah Myanmar namun tidak memberikan perubahan yang lebih baik juga kepada etnis Rohingya. Berdasarkan situasi yang ada tersebut, peneliti bermaksud untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penanganan kasus Rohingya belum juga menemukan titik terang hingga saat ini. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan konsep regional security complex yang di dalamnya mencakup pola interaksi aktor regional ASEAN dan aktor domestik pemerintah Myanmar. Berdasarkan analisis penulis maka diperoleh kesimpulan bahwa sulit tercapainya penanganan kasus Rohingya disebabkan oleh lemahnya ASEAN ketika dihadapkan pada prinsip non-intervensi yang dipegang oleh pemerintah Myanmar serta dalam beberapa hal ternyata ASEAN juga memiliki kekurangan yang membuat kinerja ASEAN kurang maksimal.
Kata kunci: Etnis Rohingya, ASEAN, Regional Security Complex, prinsip non-intervensi
Gunawan Lestari Elake | Dafri Agussalim
Kemunculan dan mobilisasi gerakan masyarakat adat merupakan sebuah proses yang kompleks. Di dalamnya melibatkan pertautan antara dinamika struktural dan respon aktor gerakan terhadapnya. Gerakan Zapatista di Meksiko adalah salah satu contoh penting mobilisasi gerakan adat kontemporer di Amerika Latin. Selain menyerang neoliberalisme dan menuntut demokratisasi politik nasional, tuntutan utama gerakan ini adalah adanya hak otonomi lokal dimana mereka dapat mengelola pemerintahan mandiri berbasis demokrasi partisipatoris dan tradisi adat. Meski mendapatkan penentangan dan hambatan dari pemerintah, gerakan ini pada perkembangannya mampu dan relatif berhasil memajukan agenda otonomi lokal-nya, yang mengemuka dalam; (a) Kesepakatan San Andres: Hak-hak dan Budaya Masyarakat Adat (1996), dan (b) Otonomi Sepihak: Junta Pemerintahan Baik (2003).
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana gerakan Zapatista mampu dan relatif berhasil dalam memperjuangkan agenda otonomi lokal-nya. Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yakni;(a) Konsep Otonomi Masyarakat Adat, merujuk pada pendasaran etis mengenai hak-hak masyarakat adat dan otonomi dalam Konvensi ILO 169 dan konsep internal self-determination, dan; (b) Teori Proses Politik, berhubungan dengan kombinasi elemen dalam sebuah gerakan sosial yang menjelaskan kemunculan dan perkembangannya, mobilisasi sumberdaya yang tersedia, dan aspek kognitif yang menopangnya. Elemen-elemen tersebut adalah Kesempatan Politik, Struktur Mobilisasi dan Framing. Sementara metode penelitian ini adalah metode kualitatif.
Kata kunci: Zapatista, Masyarakat Adat, Otonomi, Teori Proses Politik, Neoliberalisme, Masyarakat Sipil, Kesepakatan San Andres, Junta Pemerintahan Baik
Fitria Ruthi Maharani | Diah Kusumaningrum
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui upaya dan pendekatan yang dilakukan United Nations of High Commission for Refugee (UNHCR) dalam merealisasikan terselenggaranya ruang kemanusiaan pengungsi yang optimal di Indonesia dan Malaysia. Status kedua negara sebagai bukan peratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 membuat negara terlepas dari tanggung jawab penanganan pengungsi dalam rezim global meskipun berperan sebagai negara tujuan singgah. Situasi ini kemudian memunculkan persoalan gap of protection, yakni kekosongan atau minimnya skema perlindungan pengungsi karena statusnya sebagai imigran ilegal sehingga justru berpotensi menempatkan pengungsi dalam kerentanan hidup di kedua negara. Menyikapi minimnya peran negara, UNHCR sebagai organisasi internasional yang memiliki mandat penuh atas populasi pengungsi mengambil alih tanggung jawab tersebut. Konsep Humanitarian Space as People Protection Space digunakan untuk mengklarifikasi penggunaan konsep ruang kemanusiaan yang kontestatif di dalam studi kemanusiaan, yang pada penelitian ini menyimpulkan people-centered base sebagai sebuah pendekatan. Untuk mendalami upaya aksi UNHCR, analisa berdasarkan Egg Model Humanitarian Protection menerjemahkan perbedaan kinerja dan pencapaian organisasi di kedua negara. Selain dikarenakan karakter celah ruang kemanusiaan dan politik domestik kedua negara yang berbeda, konstruksi relasi antara UNHCR dengan negara cukup memberikan pengaruh terhadap kinerja organisasi dalam mengupayakan ruang kemanusiaan perlindungan pengungsi
Kata kunci: UNHCR, Perlindungan Pengungsi, Ruang Kemanusiaan, Gap of Protection, Egg Model Humanitarian Protection
Nur Dina Camelia | Maharani Hapsari
Studi ini bertujuan untuk menganalisa motivasi dan upaya reinterpretasi humanitarianisme Selatan-Selatan oleh Organisasi Kerjasama Islami (OKI). Dalam menghadapi diskursus humaniter dari kubu Utara yang selama ini mendominasi sistem humaniter global, OKI muncul sebagai aktor humaniter yang berupaya untuk bersikap responsif atas krisis kemanusiaan yang terjadi di negara-negara anggotanya dan berupaya untuk menentang konsepsi humanitarianisme dari kubu Utara. Guna melihat motivasi dan upaya OKI penulis menggunakan kerangka pemikiran konstruktivisme, dengan menekankan kepada dua konsep utamanya terkaitintersubjektifitas gagasan identitas dan logika kelayakan. Hal ini dipilih untuk membantu menjelaskan landasan nilai dan ide yang digunakan OKI dalam mereinterpretasikan humanitarianisme Selatan-Selatan. Selain itu, pemahaman tentang reinterpretasi akan prinsip dan terminologi kemanusiaan juga digunakan untuk melihat lebih jauh mengenai bagaimana reinterpretasi terhadap konsep humaniter dilakukan oleh OKI. Sehingga kemudian diketahui bahwa intersubjektifitas terkait identitas sebagai sesama Muslim dan adanya collective meanings antara negara anggota OKI untuk bertanggung jawab menangani krisis kemanusiaan muslim global, membuat OKI menggagas tentang Humanitarianisme Islami. Hal ini kemudian mempengaruhi interpretasi dan implementasi kemanusiaan OKI yang berbeda dengan diskursus humaniter dominan kubu Utara yang mendominasi humanitarianisme Selatan-Selatan selama ini
Kata kunci: Reinterpretasi, Humanitarianisme Selatan-Selatan, Organisasi Kerjasama Islam, Konstruktivisme.
Sannya Pestari Dewi | Diah Kusumaningrum
Pada tahun 2015, Gempa berskala 7,8 skala Richter terjadi dan mengakibatkan kelumpuhan segala aspek di Nepal. Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) sebagai salah satu Faith-Based Organization Islam terjun memberikan bantuan kepada Nepal. Keterlibatan MDMC dalam membantu Nepal menjadi suatu hal menarik untuk diteliti melihat latarbelakang masyarakat Nepal yang mayoritas beragama Hindu dan MDMC adalah aktor non-negara berbasisIslam.Penelitian ini bertujuan menganalisa diplomasi kemanusiaan yang dilakukan Faith-Based Organization diluar konstituennya. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara dan studi pustaka, penelitian ini menemukan bahwa MDMC ingin menunjukkan organisasi Islam dapat bersifat lebih universal dan moderat untuk kemanusiaan dengan penerjunannya ke Nepal. MDMC juga memperlihatkan bahwa Faith-Based Organization dapat menjadi aktor dalam diplomasi kemanusiaan tanpa batas nilai-nilai agama dan bergerak sejalan dengan prinsip kemanusiaan universal.
Kata kunci: Faith-Based Organization, diplomasi kemanusiaan, prinsip kemanusiaan, Muhammadiyah, Nepal