Editor: Dra. Siti Daulah Khoiriati, MA
Asia Timur adalah kawasan yang sangat dinamis dalam hubungan internasional di mana banyak kepentingan negara yang beragam saling berinteraksi. Tidak hanya kepentingan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara namun juga ekonomi, politik, dan budaya masyarakatnya. Di kawasan ini, sudah sejak lama terjadi perebutan pengaruh di antara negara-negara adidaya yang secara geografis berada di dalam kawasan seperti Jepang, Cina dan Rusia, juga negara-negara adidaya dari luar kawasan seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negaraEropa eks-kolonial. Di antara negara-negara adidaya tersebut, dapat dikatakan bahwa Jepang adalah negara yang memiliki peran dominan di kawasan Asia Timur. Dominannya peran Jepang di kawasan ini, mempengaruhi dinamika hubungan internasional sepanjang sejarah Jepang menjadi negara modern sejak era Meiji hingga saat ini.
Detail Terbitan
Zahra Umniati | Rafi Aquary | Hamzah Abdurrahman Salaam
Tulisan ini mengangkat isu politik luar negeri pasifisme Jepang yang seiring dinamika politiknya mengungkit pertanyaan terkait potensi kontradiksi atas intensifikasi militerisme Jepang, khususnya pada masa Perdana Menteri Shinzo Abe. Pemfokusan ditujukan pada era PM Abe yang bersamaan dengan era Presiden Donald Trump (2016—2020), mengikuti pemusatan perhatian pada ulasan dalam aliansi keamanan Jepang-Amerika Serikat. Kerangka konsep proactive pacifismdan teori two-level game dioperasionalisasikan untuk membahas implikasi pendudukan Amerika Serikat pada struktur militer Jepang, upaya pemerintah Jepang dalam mempertegas militernya, kompleksitas relasi pemerintahan Abe dan Trump, hingga implikasi kerja sama militernya. Argumen dalam tulisan ini adalah, dengan luasnya peluang dan kesempatan remiliterisasi dan politisasi pasifisme Jepang, tantangan dan hambatan struktural baik dari domestik maupun internasional tetap mempertahankan posisi politik luar negeri pasifismenya sebagai fine lineuntuk justifikasi tidak berperang.
Kata kunci: Shinzo Abe, pasifisme proaktif, kerja sama militer, militerisme
Ni Wayan Angeeta Sentana | Andreas Novianto W. W. | Imtinan Nadhim P. | Mariam Ajineh
Ancaman nuklir Korea Utara telah menjadi salah satu masalah keamanan paling signifikan dalam hubungan antara Jepang dan Amerika Serikat di kawasan Asia Timur. Ketegangan meningkat pada tahun 2019 ketikaKorea Utara mulai memprovokasi Jepang dengan uji coba rudal balistik, yang membuat Jepang meningkatkan ketergantungan keamanan dan pertahanannya pada Amerika Serikat. Artikel ini membahas tentang orientasi kebijakan luar negeri Jepang dalam isu pertahanan, keamanan, dan aliansinya dengan Amerika Serikat, mengkaji permasalahan yang mereka hadapi, dan solusi yang diambil Jepang untuk menyelesaikan isu peningkatan ancaman kemampuan nuklir Korea Utara di kawasan Asia Timur.
Kata kunci: Jepang, Amerika Serikat, Korea Utara, ancaman nuklir, keamanan nasional, keamanan regional
Politik luar negeri Jepang telah memicu perdebatan karena posisinya dalam geopolitik Asia Timur yang berubah dengan cepat, namun di sisi lain konstitusinya melarangnya memiliki kekuatan militer. Kondisi ini membuat Jepang mengalami dilema keamanan. Aktivitas militer Cina di Selat Taiwan pada 2021 yang hanya berjarak 110 km dari Pulau Yonaguni di Okinawa membuat Jepang mengkhawatirkan keamanan nasionalnya. Keamanan Taiwan juga penting bagi Jepang sebagai bentuk solidaritas dan usaha menegakkan demokrasi bersama dengan aliansi utama dan penjamin keamanannya, AS. Namun, disisi lain, Cina merupakan partner ekonomi penting bagi Jepang. Dilema ini menjadikan Taiwan “masalah” bagi Jepang. Jepang memilih untuk mempertahankan hubungan baik dengan Cina dan AS meskipun menghadapi masalah Taiwan sebagai bentuk ambiguitas strategis. Artikel ini akan mencoba memahami alasan Jepang mengambil ambiguitas strategis terhadap AS dan Cina terkait masalah Taiwan.
Kata kunci: Jepang, Ambiguitas Strategis, Isu Taiwan, Hubungan Tiongkok-Jepang, Hubungan Jepang-Amerika Serikat
*Tulisan ini merupakan pengembangan dari tugas kelompok Kelas Ekonomi Politik dan Hubungan Internasional Jepang 2021 S1 DIHI UGM yang berjudul sama bersama dengan Amadeus Daniel Utomo, Aria Dhika Rayendra, Christina Vania Winona, dan Verawati.
Annisa Heraliani | Astri Arusya Cahyaningrum | Ruben Bima Karia Sianturi
Tulisan ini membahas mengenai bagaimana perjanjian antara Jepang dengan Uni Eropa (UE) melalui kerangka liberal institusionalisme dapat mempengaruhi hubungan antara kedua belah pihak. Dua perjanjian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Japan-EU Economic Partnership Agreement(EPA) dan Japan-EU Strategic Partnership Agreement(SPA), serta pembahasan mengenai bagaimana kedua perjanjian tersebut memberikan dampak bagi hubungan kedua pihak baik berdasarkan aspek positif maupun aspek negatif. Dengan berkaca dari hubungan masa lalu yang ada, prospek perjanjian yang dibentuk merupakan pencapaian yang diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi Jepang maupun UE untuk sama-sama mencapai tujuan kerjasama yang dibentuk di masing-masing perjanjian.
Kata kunci: Jepang, Uni Eropa, Ekonomi, Keamanan
Angelina Chiquita Kurnia Putri | Annisa Heraliani | Ari Camila Puspa Devi | Muhammad Adri Fadhlan | Aflah Ariq Herindrawan
Tulisan ini membahas mengenai bagaimana institusionalisasi berperan dalam kerja sama Indonesia-Jepang. Dinamika institusionalisasi tata kelola tersebut dicontohkan dalam skema kerja sama pada sektor infrastruktur, transportasi, dan SDM melalui IJ-EPA, JICA, dan MIDEC. Akan dibahas pula mengenai implikasi dari institusionalisasi terhadap hubungan kerja sama Indonesia-Jepang dan pencapaian win-set-nya, terlebih setelah meningkatnya pengaruh Cina di Indonesia. Tulisan ini akan mengisi kekosongan analisis dari literatur yang mayoritas menempatkan Cina sebagai fokus analisis dengan membahas dari sudut pandang Indonesia-Jepang sebagai pihak yang membangun kerja sama sebelum dan selama ‘kebangkitan’ Cina. Tulisan ini bertujuan untuk memahami dinamika institusionalisasi kerja sama Indonesia-Jepang sejak sebelum dan setelah masuknya pengaruh Cina di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa institusionalisasi kerja sama dengan time horizon yang ekstensif dapat memitigasi skeptisisme pada shadow of the future kerja sama Indonesia-Jepang sehingga keberhasilan kedua negara dalam mencapai winning set-nya secara resiprokal dapat lebih rasional dan terjamin.
Kata kunci: kerja sama, Shadow of the Future, institusionalisasi, win-set, kepentingan
Adhiesna Kusuma Akbar | Muhamad Sihab Fauzi | Nurul Qomariyah A.
Paper ini berupaya untuk membahas dinamika dalam hubungan bilateral antara Jepang dengan Rusia dalam konteks hubungan ekonomi di bidang energi pada Era Kepemimpinan Shinzo Abe. Upaya perbaikan hubungan yang dilakukan oleh Jepang kepada Rusia menandai babak baru dalam relasi yang dicirikan dengan hubungan di mana tidak adanya kerja sama,bahkan dipenuhi oleh konflik. Dalam upayanya, Shinzo Abe menyatakan bahwa Jepang akan menandai babak baru dalam hubungannya dengan Putin dengan berjanji akan mengatasi isu-isu sensitif antara kedua negara. Paper ini berargumen bahwa, di tengah ketidakpastian yang dipancarkan oleh Amerika Serikat di bawah Trump dan perubahan kekuatan kawasan Asia Timur yang dilakukan oleh Tiongkok, Jepang berupaya untuk meningkatkan interdependensi di bidang energi antara Tokyo dengan Moskow agar kedua negara dapat menormalisasi hubungan diplomatiknya.
Kata kunci: Jepang, kerja sama ekonomi, hubungan Jepang -Rusia, kerja sama energi
Rania Rizkiadinda | Diandra Aliffa | M. Arjoen S.
Jepang merupakansalah satu negara mitra terbesar dengan ASEAN. Beriringnya tahun, hubungan Jepang-ASEAN telah menjadi semakin dekat dengan kerjasama di berbagai sektor, terutama pada bidang bisnis, perdagangan, dan budaya. Berfokus pada aspek budaya, budaya Jepang sangatmemiliki pengaruh yang besar pada negara-negara ASEAN. Dengan maraknya konsumsi manga, anime, dan J-Pop di antara anak muda di negara ASEAN, hal ini memicu ketertarikan para pelajar untuk melanjutkan studinya di Jepang. Makalah ini akan menjelaskan sejarah hubungan Jepang-ASEAN dan bagaimana kampanye soft power Jepang telah membawa dampak budaya yang luas pada kaum muda di Asia Tenggara.
Kata kunci: Japan-ASEAN, hubungan budaya, kerjasama internasional
Angelina Chiquita Kurnia Putri
Konflik menjadi aspek dominan dalam hubungan Jepang-Korea Selatan karena konstruksi historis keduanegara menjadi memori kolektif yang traumatis. Ketegangan dalam hubungan kedua negara meningkat karena pembahasan-pembahasan isu-isu strategis seperti keamanan dan perdagangan yang berkaitan erat dengan memori historisnya—sengketa wilayah dan skeptisisme akan kolonialisme ekonomi. Untuk itu, tulisan ini berupaya melihat adanya urgensi untuk mendekonstruksi memori historis tersebut dan mencari alternatif non-strategis. Pendekatan ‘people-to-people’ melalui sektor pendidikan, pariwisata, dan budaya populer berpotensi signifikan dalam mengubah persepsi masyarakat untuk membangun ‘mutual understanding’ Jepang-Korea Selatan. Interaksi intersubjektif dari agen transnasional seperti pelajar, turis, dan penikmat budaya populer akan menguatkan hubungan ekonomi-politik Jepang-Korea Selatan. Elemen identitas dan kultur memiliki peranan penting dalam membangun hubungan masyarakat Jepang dan Korea Selatan yang harmonis. Konflik yang terjadi di antara Jepang-Korea Selatan dipengaruhi secara signifikan oleh persepsi masyarakatnya. Oleh karena itu, tulisan ini menganalisis adanya signifikansi pendekatan ‘people-to-people’ terhadap penguatan hubungan ekonomi-politik Jepang-Korea Selatan.
Kata kunci: Jepang-Korea Selatan; persepsi;people-to-people;ekonomi politik;mutual understanding
BB Fisipol Building, 5th Floor
Jl. Sosio Yustisia No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
Universitas Gadjah Mada
Admission Test UGM
Fisipol UGM
International Affairs Office UGM
Scholarship UGM
Library UGM