Editor: Dr. Atin Prabandari
Detail Terbitan
Bismillah Nasywaa M.H. | Nalini Adhra | Angelique Rizka | Salwa Amarelia Mardava | Yosita Pria Agustina
Sektor pariwisata merupakan salah satu aspek sentral dalam perekonomian negara-negara ASEAN, Akan tetapi, dalam praktiknya, pariwisata di ASEAN justru kaya akan bentuk-bentuk dependensi ekonomi antara negara pinggiran dengan negara inti. Di lingkup ini, ASEAN sebagai organisasi regional seharusnya mengambil peran untuk mengurangi sekaligus melawan dependensi ekonomi dalam pariwisata negara-negaranya. Sebaliknya, ASEAN melalui ASEAN Tourism Forum (ATF) justru menetapkan kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung melanggengkan dependensi ekonomi tersebut. Penelitian ini berusaha mengulik bagaimana ATF yang seharusnya berperan dalam memfasilitasi pariwisata di ASEAN justru melanggengkan dependensi ekonomi negara-negara maju. Penelitian ini disusun melalui pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data sekunder melalui studi literatur. Melalui metode tersebut, hasil dari penelitian ini melihat bahwa ATF dibentuk atas perkembangan pesat dalam sektor pariwisata ASEAN. Di saat yang bersamaan, ATF sejak masa pendiriannya cenderung menetapkan regulasi yang belum mengindahkan dependensi ekonomi dan justru melanggengkan aspek tersebut. Maka dariitu, penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa ATF perlu menaruh fokus serta merancang strategi konkrit dalam menciptakan kemandirian ekonomi bagi pariwisata ASEAN.
Kata kunci: pariwisata, ATF, dependensi ekonomi, eksploitasi budaya
Stevano Sembiring | Isabella Damaiyanti Widyaputri | Jean Nikita Purba | Mufti Aida Miladia N | Muhammad Fajri Pratidina
Pariwisata merupakan sektor vital bagi perekonomian banyak negara, termasuk Thailand. Penelitian ini mengkaji tantangan yang dihadapi oleh ASEAN Tourism Forum (ATF) dalam memfasilitasi kerja sama pariwisata di kawasan antara tahun 1991 hingga 2001. Keterbaruan analisis ini terletak pada pengidentifikasian kesenjangan empiris yang sebelumnya kurang diperhatikan dalam studi-studi terkait, yaitu efektivitas mekanisme kolektif seperti ATF dalam merespons krisis dibandingkan dengan pendekatan yang lebih otonom dan berbasis negara seperti yang dilakukan oleh Thailand. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yang mencakup pengumpulan data sekunder dari tinjauan literatur, laporan resmi, dan statistik pariwisata. Temuan menunjukkan bahwa ATF mengalami kegagalan dalam institusionalisme, terbukti dari lambatnya proses formalisasi dan ketidakmampuan merespons krisis secara kolektif. Sebaliknya, Thailand berhasil memulihkan pariwisatanya secara mandiri dengan menciptakan lapangan kerja dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.Penelitian ini merekomendasikan penguatan komitmen ATF untuk mengakomodasi kepentingan bersama negara-negara ASEAN dalam memajukan sektor pariwisata secara lebih efektif.
Kata kunci: Institusionalisme, Pariwisata Asia Tenggara, Thailand, Kerja Sama Kawasan, Respon Krisis
Annisa Dewi Maharani | Cindy Ariska | Galuh Edelweiss Sayyidina Rosyad | Inna Salsabil Yulistiana | Muhammad Daghfal Hussain Fawwaz
Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan terhadap sektor pariwisata di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini, ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) menjadi kerangka kerjayang eksistensinya sangat penting untuk memandu pemulihan ekonomi negara-negara anggota ASEAN. Penelitian ini berusaha menganalisis dan mengevaluasi implementasi ATSP 2 dan kelanjutan ATSP 1 di Indonesia, dengan menekankan strategi keberlanjutan dan inklusivitas yang diterapkan untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata. Melalui program-program seperti sertifikasi CHSE dan kampanye InDOnesia Care, pemerintah Indonesia berupaya untukmenarik kembali wisatawan dan mempromosikan pariwisata yang ramah lingkungan. Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pemulihan pariwisata dan memberikan rekomendasi untuk langkah-langkah strategis ke depan, termasuk adaptasi terhadap tren global dan pengembangan ekonomi hijau.
Kata kunci: ASEAN Tourism Strategic Forum, pemulihan ekonomi, pariwisata Indonesia, keberlanjutan, COVID-19, strategi inklusif.
Arsy Mahanani | Diospyros Pieter Raphael Suitela | Gispa Ferdinanda | Kezia Eunicke Meylinda Rihi | Rafi Kusuma Daniswara
ASEAN Tourism Information Centre (ATIC) merupakan institusi yang didirikan oleh ASEAN sebagai pusat informasi dan promosi pariwisata di kawasan. Meskipun berperan signifikan dalam pengembangan pariwisata di ASEAN, ATIC menghadapi berbagai hambatan yang mengurangi efektivitasnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk memahami faktor-faktor penghambat tersebut. Sumber data utama berasal dari dokumen sekunder, seperti dokumen pendirian ATIC, laporan kunjungan pariwisata ASEAN, serta laporan keuangan dan pendanaan ATIC. Dengan fokus pada perspektif neoliberal institusionalisme dan identifikasi pada 3 (tiga) dimensi utama yang menjadi faktor kendala kolaborasi dalam kolaborasi sektor wisata di ASEAN, yakni: i) pemangku kepentingan; ii) sumber daya; dan iii) proses & kepentingan, tulisan ini menjelaskan mengapa relevansi ATIC sebagai forum promosi dan pengembangan pariwisata di kawasan semakin dipertanyakan.
Kata kunci: ASEAN Tourism Information Centre, pariwisata, kolaborasi regional.
Asri Tri Buana Tungga Dewi | Bimo Fauzan Bagaskara | Jasmine Syifa Aminah | Naufal Ali Wahyu Jatmiko | Rivadeneira Desthy Novarina Ramadanti
ASEAN Single Aviation Market (ASAM) merupakan kebijakan liberalisasi penerbangan di Asia Tenggara yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas udara dan mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tantangan, peluang, dan proyeksi implementasi ASAM, dengan fokus pada faktor politik dan ekonomi negara-negara ASEAN. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif melalui studi literatur dari berbagai sumber terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ASAM memiliki potensi besar dalammeningkatkan konektivitas dan sektor pariwisata, implementasinya terkendala oleh ketimpangan ekonomi dan infrastruktur antar negara anggota. Negara dengan maskapai besar cenderung lebih mudah beradaptasi, sementara negara dengan maskapai kecil menghadapi kesulitan. Di sisi lain, maskapai berbiaya rendah (LCC) menunjukkan prospek cerah dalam mendukung pemulihan ekonomi kawasan pasca-pandemi.
Kata kunci: ASAM, liberalisasi penerbangan, ASEAN, ekonomi regional
Alya Nurhaliza | Norman Edra | Aisya Cahya Daniswara | Muhammad Machio Alviraj | Siti Nur Azizah Permata Hati
Forum Pariwisata ASEAN(ATF) memainkan peran sentral dalam menyelaraskan beragam kepentingan nasional negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai tujuan pariwisata regional yang koheren. Tulisan ini akan mengkaji bagaimana ATF memfasilitasi implementasi Rencana Strategis Pariwisata ASEAN(ATSP) dengan mengatasi perbedaan dalam kebijakan, prioritas, dan kapasitas pariwisata. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus komparatif, kami mengkaji strategi pariwisata di Thailand, Indonesia, Singapura, dan Laos, dengan menyoroti tantangan dalam menyelaraskan kebijakan nasional dengan tujuan regional. Hasil penelitian ini menyoroti efektivitas ATF dalam mendorong dialog, memperkuat kerja sama, dan mendorong inisiatif pariwisata yang saling melengkapi untuk meningkatkan daya saing global ASEAN. Namun, perbedaan infrastruktur, orientasi politik, dan prioritas ekonomi masih menjadi tantangan utama. Rekomendasinya mencakup penguatan komunikasi antar pemerintah, peningkatan strategi pemasaran kolaboratif, dan mengatasi kesenjangan struktural dalam ATSP 2. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja pariwisata intra-ASEAN yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan yang memenuhi kepentingan nasional dan menyelaraskan tujuan regional.
Kata kunci: ASEAN Tourism Forum (ATF), ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP), kepentingan nasional, integrasi regional, kebijakan pariwisata, pariwisata berkelanjutan, kolaborasi antar-pemerintah, daya saing pariwisata.
BB Fisipol Building, 5th Floor
Jl. Sosio Yustisia No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia