Editor: Siti Daulah Khoiriati, MA | Dr. Suci Lestari Yuana
Dalam konteks globalisasi yang menguat, seni dan budaya berperan sentral membentuk identitas dan konektivitas transnasional, khususnya di Asia Tenggara yang kaya beragam budaya. Studi mengenai seni dan budaya di ASEAN berfokus pada interaksi antar pemerintah dan kegiatan formal yang difasilitasi oleh negara, sehingga terdapat kesenjangan dalam mengenali dinamika budaya masyarakat akar rumput dalam interaksi transnasional.
Proyek “Art and Culture in ASEAN: A Transnational Perspective” yang dilaksanakan di kelas “Transnasionalisme dalam Politik Global” Departemen Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2023, mengisi kesenjangan tersebut dengan penelitian empiris kolaboratif dosen dan mahasiswa. Mahasiswa diajak meneliti praktik budaya akar rumput yang memfasilitasi koneksi lintas batas di ASEAN. Selain belajar dan memahami dinamika budaya di ASEAN, mahasiswa juga berkontribusi mendokumentasikan dan menginterpretasikan interaksi budaya di luar saluran formal negara….
Detail Terbitan
Andi Natasya Putri Nabila | Chitansia Jogina | Fakhril Ramadhan | Grace Amabella Maheswari | Shofiyyah Aqiilah Siregar
Nasi Kandar adalah hidangan terkenal dari Malaysia yang disukai karena mengandung berbagai macam rempah dan kaya akan rasa. Masakan ini memiliki cita rasa
khas yang mirip dengan sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya karena menggunakan berbagai jenis rempah. Asal usul masakan ini dapat ditelusuri kembali ke
pedagang India yang bepergian ke negara-negara ASEAN untuk tujuan bisnis. Mereka memperkenalkan praktik budaya mereka, terutama dalam masakan tradisional, ke negaranegara tempat mereka menjalin kerja sama bisnis. Masakan Malaysia mengadopsi tradisi kuliner ini, menggabungkan rempah dan rasa yang serupa, dan sejak itu menjadi bagian dari masakan tradisional Malaysia. Secara tidak langsung, penyebaran makanan ini difasilitasi oleh interaksi transnasional antara orang-orang dari berbagai negara, menjadikan Nasi Kandar sebagai simbol identitas Malaysia dan mempromosikan makanan ini ke seluruh dunia. Keberadaan restoran Nasi Kandar di beberapa kota di Indonesia dan negara-negara lain sangat jelas terlihat. Esai ini akan menggambarkan perjalanan Nasi Kandar, sebuah hidangan yang telah mendapatkan pengakuan internasional, dari perspektif penjual dan pembeli. Selain itu, esai ini akan mengeksplorasi bagaimana pemerintah telah memanfaatkan masakan ini sebagai alat diplomasi.
Kata kunci: Nasi Kandar, makanan, transnasional, gastrodiplomasi.
Syifa Kalista Vidyanandita | Mazia Mukhlisin Ma’rof | Allisya Shalimar Putri | Elsha Djohan | Adnan Syarief
Seni dan budaya memegang posisi yang pentingdi negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin dari tradisi umum penceritaan melalui berbagai media seni. Pengaruh mitologi Buddha dan Hindu di antara negara-negara ASEAN juga digambarkan melalui penceritaan kembali dalam seni dan pertunjukan mereka. Banyak negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Laos dan Indonesia, yang berbagi tarian cerita rakyat berdasarkan kisah Ramayana. Budaya bersama dari tarian tersebut memberikan perspektif transnasional karena berfungsi sebagai jembatan untuk konektivitas dan komunikasi antar bangsa. Kesamaan dalam tema menjalin identitas budaya kolektif di seluruh ASEAN, sekaligus menampilkan keunikan masing-masing negara melalui penggabungan tema antara mitologi Hindu dan Buddha serta legenda lokalnya. Jika dibandingkan satu sama lain, Laos dan Indonesia mendasarkan cerita tari Ramayana mereka pada penulis yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan hasil cerita yang berbeda di akhir pertunjukan. Hal ini juga menunjukkan perbedaan budaya lokal di antara mereka. Meski begitu, seni bersama dari tarian Ramayana telah membawa Laos dan Indonesia bersama-sama dalam upaya melestarikan warisan budaya, sekaligus memupuk pemahaman lintas budaya dan membentuk ASEAN yang bersatu sebagai kawasan yang kaya budaya untuk pariwisata global.
Kata kunci: Transnasionalisme, Tari Ramayana, Laos, Indonesia, ASEAN
Alvin Aryan Syah | Amandine Nadja | Shofia Salsabila | Angela Vania | Jake Chippiani
Di zaman sekarang, pakaian tradisional di negara-negara Asia Tenggara pada umumnya dikenakan hanya untuk acara-acara khusus sebagai ekspresi tradisi; tidak untuk sehari-hari. Namun, tidak demikian halnya di Myanmar dengan Longyi. Longyi Burma adalah sepotong kain berbentuk silinder, biasanya digunakan di sekitar pinggang. Ini dipopulerkan pada masa pemerintahan Kolonial Inggris dan masih digunakan sampai sekarang sebagai pakaian sehari-hari, seragam sekolah dan untuk acara-acara resmi di Myanmar. Selain signifikansi budayanya yang khas, masyarakat Myanmar juga sangat menghormati warisan budaya unik mereka. Selain itu, keunggulan Longyi di Myanmar dapat dilihat dari perannya yang signifikan dalam protes anti-kudeta—yang sebagian besar dilakukan oleh perempuan—di samping keyakinan takhayul bahwa mereka melemahkan laki-laki yang jalan berada di bawahnya. Saat Kementerian Pariwisata Malaysia menyelenggarakan acara ‘Diplomasi Sarung: Persatuan dalam Keanekaragaman Budaya’ dalam konferensi ASEAN, semakin meningkat kesadaran akan pentingnya ‘sarung’ di kawasan Asia Tenggara. Acara ini telah menjadi katalis bagi pertumbuhan jaringan budaya transnasional di mana Myanmar dapat mengeksplorasi pentingnya Longyi dalam konteks domestik dan internasional. Makalah ini membahas potensi pemanfaatan Longyi di Myanmar sebagai identitas budaya dalam platform internasional untuk memajukan kepentingan dalam negeri.
Kata kunci: Myanmar, Transnasionalisme, Budaya dan Tradisi, Regionalisme, Asia Tenggara
Nadia Azzahra Putri Situmeang | Schuller Laatung | Alya Putri Indrayana | Ni Putu Kalingga Dhamantra | Novyalina Louisa
Sebagai anggota baru ASEAN, Timor Leste membawa warisan budaya yang kaya, terutama diwakili oleh Kain Tais selaku kain tenun tradisional. Makalah ini menyelidiki pengaruh identitas budaya Timor-Leste, terutama melalui Kain Tais, terhadap lanskap budaya ASEAN. Di samping itu, makalah ini mengeksplorasi peran Kain Tais dalam memupuk transnasionalisme dan hubungan regional sembari mengindikasikan signifikansi sosial, budaya, dan ekonominya. Sebagai simbol tradisi dan kreativitas, Kain Tais memamerkan keterampilan para pengrajin Timor dan melestarikan warisan budaya melalui desain kompleks yang dapat ditemui dalam kegiatan upacara dan ritual. Ekspresi budaya Timor, termasuk tarian dan musik tradisional yang memperkaya upacara pernikahan dan pemakaman memberikan wawasan tentang tradisi yang masih bertahan. Selain itu, Kain Tais berfungsi sebagai simbol nasional dalam upaya diplomasi Timor-Leste, menyertakan signifikansi budayanya ke dalam lingkup ASEAN melalui berbagai pertukaran. Popularitas globalnya meningkatkan kesadaran publik akan warisan Timor-Leste, yang berpotensi memfasilitasi hubungan dan kolaborasi lintas batas. Dialog ini menawarkan peluang ekonomi dan diplomasi serta prospek peningkatan pariwisata dan perdagangan. Lantas, penelitian ini berfokus pada proses pelestarian dan promosi tenun Tais Timor-Leste untuk mengakui Kain Tais sebagai warisan transnasional yang memperkaya keragaman budaya ASEAN.
Kata kunci: Timor-Leste, ASEAN, Kain Tais, warisan budaya, transnasionalisme
Eryl Rafael Sakka Payangan| Maria Sora Yoshimura Keytimu | Ammara Kamila Hermawan | Andi Mutiara Islami Tinellung | Aisya Todoroki
Tết Nguyên Đánatau Perayaan Pagi Pertama, yang dikenal juga sebagai TahunBaru Imlek, merupakan salah satu hari raya yang terkenal dalam budaya Vietnam. Hari raya ini merepresentasikan fenomena budaya yang mengakar dengan berbagai tradisi, ritual, dan aktivitas akar rumput,sehingga dapat menggambarkan inti dari cara hidup penduduk Vietnam. Selain dipandang sebagai hari raya, Tết berfungsi sebagai jembatan budaya di dalam komunitas ASEAN, mempererat hubungan dan mendorong integrasi regional. Pada intinya, Tết memiliki peran penting dalam meningkatkan ikatan transnasional ASEAN dengan mengembangkan pengertian mutlak, hubungan lintas budaya, dan terciptanya identitas ASEAN bersama. Meskipun tidak selalu tampak jelas, hubungan dan apresiasi yang diungkapkan oleh wisatawan dan warga negara ASEAN lainnya menumbuhkan rasa saling pengertian yang mendalam. Seperti halnya berbagai perayaan di Asia Tenggara, Tết juga berfungsi sebagai platform dinamis untuk membangun koneksi manusia di tingkat akar rumput. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam peran Tết dalam memperkuat ikatan transnasional ASEAN, dan berupaya memahami peran pentingnya dalam perjalanan ASEAN menuju kohesi regional yang lebih kuat, untuk ASEAN yang lebih kokoh.
Kata kunci: Masyarakat Vietnam, grassroots, ASEAN, diplomasi budaya
Anjanie Ardhana Adiyuka | Callictus Yoga Adi Kamajaya | Narendra Farel Bramastya | Qonitatur Rasyidah | Rizkirana Kamilazzahra P
Salad pepaya hijau atau biasa dikenal sebagai som tamdi berbagai negara dipercaya berasal dari Thailand. Namun, sejarah mengungkapkan bahwa asal makanan ini justru diadaptasi dari hidangan kuno Laos, yakni tam mak hoong. Berangkat dari hal tersebut, kami memutuskan untuk memilih restoran Tamarind sebagai sumber penelitian kami tentang makanan khas Laos dan melakukan wawancara melalui surel dengan pemilik sekaligus koki utama, yaitu Chef Joy Ngeuamboupha. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa proses transnasionalisme salad pepaya hijau berhasil dilakukan oleh masyarakat Laos, khususnya para pengungsi Perang Vietnam yang membawa tam mak hoongke Thailand. Hidangan ini, selanjutnya diadaptasi oleh masyarakat Thailand dengan sedikit perubahan yang kemudian dikenal sebagai som tam. Namun demikian, masyarakat Laos masih berusaha memperkenalkan tam mak hoong kepada dunia internasional seperti Sejarawan Sujit Wongtes dan Miss Grand Laos 2021, Daomixay Pachansitti, yang menjadi agen utama dalam proses promosi tam mak hoongsekaligus perantara informasi ke ranah global. Meskipun terdapat perdebatan mengenai asal muasal tam mak hoong, telah menjadi hal lumrah di sub-wilayah Sungai Mekong untuk mengadopsi kuliner satu sama lain. Bahkan, hal tersebut justru dianggap sebagai keragaman budaya dan secara khusus dipamerkan dalam acara tahunan Beyond Food Expo yang diadakan di Thailand.
Kata kunci: Laos, tam mak hoong, som tam, masakan, budaya
Mohammad Kartika Diptya L | Gracya Qualimva | Salsabilla Azzahra Octavia | Alya Nurhaliza | Norman Edra
Filipina dan budaya musiknya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu samalain, bahkan sebelum masuknya kolonialisme Barat. Adapun budaya musik di negara ini mengalami berbagai transformasi, seperti dalam bentuk festival dan budaya karaoke. Hingga saat ini, budaya musik di Filipina telah terintegrasi dalam kehidupan sosial, menjadi identitas nasional, dan lebih jauh lagi, berkontribusi terhadap pengembangan identitas bersama ASEAN. Hal ini dapat ditunjukkan dari tren lagu milik Zack Tabudlo berjudul “Pano” pada tahun 2023 yang mendapat sambutan positif dari masyarakat domestik Filipina hingga mancanegara, termasuk negara di kawasan ASEAN. Untuk meneliti pengaruh musik “Pano” terhadap masyarakat Filipina dan internasional, kami melakukan riset ini melalui desk-research serta wawancara terhadap Briliant, sebagai content creator Indonesia, dan juga Rex, sebagai warga asli Filipina. Wawancara terhadap kedua narasumber tersebut dilakukan untuk mengetahui signifikansi lagu “Pano” terhadap skena musik global serta perkembangan musik Filipina dalam lingkup domestik maupun mancanegara. Dengan menggunakan landasan konseptual soft power (Nye, 2008) dan dampak hubungan transnasional (Tarrow, 2005), kami melihat adanya peran dari masyarakat domestik dalam menerima dan mendorong terkenalnya lagu “Pano” secara global, peran manajemen Zack Tabudloserta masyarakat internasional dalam memobilisasi penyebaran lagu tersebut, serta bagaimana bahasa dan musik menjadi katalis dalam menumbuhkan pengembangan identitas bersama di ASEAN.
Kata kunci: budaya, identitas ASEAN, soft power, transnasional
Teresa Gaia Sebayang | Dylania W. Hashifah | Achtar K. Firdausy | Emira Anjani | Asia Ederle
Muay Thai, sebuah seni bela diri tradisional yang dibuat oleh serdadu Thailand, merupakan ekspor budaya terbesar Thailand yang mempunyai dampak besar terhadap komunitas internasional, termasuk kepada MMA dan Olimpiade. Bangsa Thailand dan atlet Muay Thai di seluruh dunia sangat melindungi kepemilikan Muay Thai sebagai bagian dari warisan budaya melalui institusionalisasi Muay Thai sebagai olahraga, seperti melalui Federasi Internasional Asosiasi Muaythai (the International Federation of Muaythai Associations/IFMA). IFMA didirikan pada tahun 1993 sebagai federasi kecil yang menaungi beberapa negara yang berminat, yang kemudian berkembang menjadi federasi internasional yanglebih besar dengan melibatkan 130 negara dan 5 benua, menonjolkan lebih lanjut signifikansi mereka. Hal ini, menunjukkan bagaimana Muay Thai mengikat negara ASEAN, terutama melalui solidaritas yang lebih tersirat ketimbang menonjol. Pada Southeast Asian Games (SEA) yang diselenggarakan di Kamboja, para staf menghapus Muay Thai dari acara dan menggantinya dengan padanan Muay Thai dari Kamboja yang dijuluki Kun Khmer. Peristiwa ini memicu banyak reaksi dari Thailand dan juga dari komunitas Muay Thai di Asia Tenggara. Berangkat dari situasi ini, proyek ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut signifikansi Muay Thai sebagai sebuah praktik budaya transnasional dan juga identitas atau sumber kebangaan bagi bangsa Thailand, yang dapat menjadi sumber solidaritas maupun konflik di antara negara Asia Tenggara.
Kata kunci: Muay Thai, SEA Games, Transnasionalisme, Budaya, Identitas
BB Fisipol Building, 5th Floor
Jl. Sosio Yustisia No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
Universitas Gadjah Mada
Admission Test UGM
Fisipol UGM
International Affairs Office UGM
Scholarship UGM
Library UGM