Editor: Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti
Studi Komparasi Memahami
Transformasi Digital
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menyaksikan perubahan yang mendasar akibat transformasi digital. Kemunculan berbagai teknologi digital kontemporer seperti kecerdasan digital artifisial (artificial intelligence/AI), 3D printing, otomasi, robotik, dan ‘Internet of Things’ telah mendorong perubahan yang signifikan dalam berbagai tatanan sosial, ekonomi dan politik yang ada. Transformasi digital juga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer, konektivitas internet, serta desain maupun produksi konten digital. Kemunculan beberapa istilah baru seperti new economy, knowledge economy, digital natives, dan digital innovation kian memperkuat kehadiran transformasi digital dalam kehidupan abad ke-21 (Holroyd and Coates, 2015). Semakin meluasnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aspek kehidupan, yang beriringan dengan intensifikasi globalisasi yang mengubah pola relasi antaraktor di tingkat global, juga menjadi salah satu karakteristik utama dari transformasi ini….
Detail Terbitan
Mu’ammar Alif Zarkasi Sukma Raga | M. Aditya Dwi Sukmara | Tane Andrea Hadiyantono | Varrel Vendira Rizlah Putra
Pergeseran data dan aliran data lintas negara sebagai the ‘new oil’ membuat kapitalisme data menjadi urgensi data governance dalam lanskap transformasi digital. Adapun kesuksesan Uni Eropa dalam meluncurkan General Data Protection Regulation (GDPR) menjadi bukti organisasi kawasan regional merupakan melting pot untuk isu kultur dan politik yang dapat mempermudah dibangunnya komitmen dan kesepakatan multilateral dan mempercepat ekonomi digital kawasan. Selain Uni Eropa, organisasi kawasan negara lain memang sudah menyusun framework kebijakan perlindungan data pribadi seperti yang tertera di North-American Free Trade Agreement 2.0, serta African Union Convention on Cybersecurity and Personal Data. Uniknya, hanya kawasan Asia Tenggara yang belum memiliki kebijakan legal serupa untuk perlindungan data pribadi kawasan. Atas perhatian tersebut, paper ini mengidentifikasi best practice dalam tata kelola regulasi PDP di beberapa negara kawasan melalui studi kasus pada kawasan negara Eropa, Amerika, Afrika dan ASEAN; sekaligus melihat bagaimana PDP berkorelasi dengan kepentingan cross border data flow untuk keperluan bisnis dan ekonomi; serta bagaimana ekonomi digital kawasan ASEAN bisa mendapatkan manfaat maksimal. Sayangnya, kesenjangan dalam digitalisasi di negara-negara anggota kawasan Asia Tenggara membuat organisasi ASEAN mengeluarkan framework proteksi data ASEAN Digital Master Plan yang bersifat sukarela bagi anggotanya yang bersifat soft law alias tidak mengikat. Dalam hal ini, ‘The ASEAN Way’ yang merupakan ciri negara anggota kawasan ASEAN akan prinsip menjaga kedaulatan dan non-interference perlu dikritisi agar perlindungan data pribadi dan potensi ekonomi digital kawasan dapat ditingkatkan.
Kata kunci: Politik kawasan, Perlindungan Data Pribadi, Uni Eropa, Asia Tenggara, ASEAN Digital Master Plan
Dalam hubungan internasional, kompleksitas dan konektivitas digital secara terus menerus dihadapkan pada tantangan keamanan digital. Isu cybersecurity juga muncul karena adanya kompleksitas faktor dan aktor. Keamanan siber memiliki pengaplikasian yang luas dengan melintasi berbagai sektor serta membutuhkan keterlibatan setiap negara. Ancaman digital juga semakin dianggap sebagai risiko penting karena mampu membahayakan stabilitas dan keamanan dalam lingkup nasional dan internasional. Ancaman tersebut mencakup perang digital, terorisme digital, spionase digital hingga kejahatan digital. Akan tetapi, perlu mempertimbangkan mengenai bagaimana cara agar mampu melibatkan dan memastikan norma internasional dan kerangka kerja etis dalam mendamaikan masalah teknis dari perspektif hukum dan etika dari permasalahan keamanan siber. Berdasarkan penjelasan tersebut, tulisan ini berfokus untuk melakukan komparasi kebijakan siber dari aktor negara. Khususnya, untuk menjawab pertanyaan bagaimana konsep diplomasi digital diimplementasikan pada strategi dalam mengatasi isu cybersecurity. Lebih lanjut, kerangka pendekatan pasif, aktif dan multistakeholder yang dikemukakan oleh Van Der Meer (2015) digunakan untuk membantu menganalisis pengadopsian diplomasi digital. Tujuannya untuk semakin menegaskan tidak ada upaya tunggal karena terdapat perbedaan langkah-langkah yang diambil dari masing-masing negara yang didasarkan pada karakter dan arah kebijakan luar negeri. Tujuannya untuk menjelaskan bahwa diplomasi digital dapat membantu masyarakat global dalam memecahkan banyak permasalahan cybersecurity. Permasalahan cybersecurity yang melewati domain lintas negara memerlukan upaya nasional, bilateral hingga multilateral untuk mencapai nilai stabilitas keamanan siber dalam jangka panjang.
Kata kunci: Diplomasi Digital, Keamanan Siber, Ancaman Digital
Intan Dekawati Puteri | Larasati Budiyani
E-commerce telah mengalami transformasi signifikan secara global, baik dalam hal kolaborasi inovasi teknologi maupun adaptasi regulasi. Dalam hal ini, proliferasi Big Data kerap digunakan untuk mendukung operasional bisnis e-commerce pada pengembangan strategi marketing yang lebih tepat sasaran. Selanjutnya, teknologi AI juga berperan penting dalam perkembangan e-commerce karena mampu memberikan personalisasi dan mempercepat transformasi di berbagai bidang ekonomi digital. Selain itu, digital payment juga berdampak positif dengan memungkinkan perluasan jangkauan pasar global bagi ecommerce dan memberikan kenyamanan serta fleksibilitas bagi konsumen. Namun, pengadopsian berbagai inovasi digital e-commerce memiliki beberapa risiko pada beberapa hal. Maka, diperlukan kebijakan yang dapat mengatasi kekhawatiran terkait kejahatan privasi dan keamanan data dalam penggunaan digital payment. Dalam prosesnya, perlu mengingat bahwa WTO Moratorium juga merupakan langkah penting bukan hanya untuk mendorong pengembangan ekonomi digital melalui e-commerce tetapi juga berpengaruh dalam pembentukan kebijakan digital baik dalam skala nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut, paper ini berupaya membandingkan strategi inovasi digital dan pemilihan kebijakan digital terkait e-commerce antara Amerika Serikat dan Cina. Komparasi antara kedua negara tersebut penting dilakukan karena keduanya memiliki dampak besar baik dalam perkembangan teknologi dan e-commerce dalam skala global serta dapat memberikan wawasan mengenai variasi pendekatan yang berpotensi untuk diterapkan di negara lain. Perbandingan ini didukung dengan analisis menggunakan PERM (Perceived EReadiness Model) Framework. Tujuannya adalah untuk memberikan lesson learn yang bisa memberikan rekomendasi bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan dan risiko terkait dengan difusi e-commerce di masa depan.
Kata kunci: E-commerce, Inovasi Digital, Kebijakan Digital, WTO Morratorium
Dewasa ini, adanya transformasi digital menciptakan kemudahan diberbagai sektor. Salah satu sektor yang memanfaatkan transformasi digital yakni sektor kesehatan yang semakin gencar memanfaatkan kolaborasi antara robot dan artificial intelligence. Saat ini, penggunaan robotika dan otomatisasi semakin luas hingga ke laboratorium penelitian. Sebut saja tugas-tugas manual telah terotomatisasi secara mudah, robot membantu untuk membatasi kontak antar pasien di bangsal penyakit menular, memudahkan identifikasi obat sehingga lebih efisien. Tiongkok menjadi salah satu negara yang secara massif memberikan pelayanan kesehatan melalui teknologi robotika dalam dua dekade terakhir. Disusul Jepang menjadi negara yang mengembangkan robot untuk merawat orang lanjut usia dalam mobilitas sehari-harinya. Krisis populasi di Tiongkok sedikit banyak telah memengaruhi jumlah pasien yang memerlukan pembedahan dan rehabilitasi, sehingga peminatan robot medis kian besar. Di Jepang, sekitar 15% panti jompo telah mengadopsi robot, juga dikarenakan oleh penuaan populasi dan kekurangan pengasuh. Seiring urgensi situasi tersebut, sayangnya lebih banyak perhatian difokuskan pada pesatnya perkembangan robot, dan kurang pada aspek etika dari sistem robotika. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini berusaha untuk memberikan pandangan mengenai fenomena penggunaan robot dalam kehidupan manusia tanpa mengesampingkan etika. Etika diharapkan dapat memberikan panduan sehingga penggunaan robot memberikan efek yang positif kepada manusia. Penelitian ini akan berfokus kepada implementasi penggunaan robot khususnya di negara Tiongkok dan Jepang sebagai negara-negara yang maju dalam bidang ini. Sehingga pada akhirnya diharapkan dapat menjadi refleksi bagi negara Indonesia dalam menerapkan penggunaan robot yang pengembangannya mempertimbangkan etika secara keseluruhan.
Kata kunci: robotika, kesehatan, etika
Kebijakan adalah suatu konsep yang sangat penting dalam membangun dan memajukan suatu negara. Dibutuhkan kajian, data, interpretasi, evaluasi dan identifikasi dalam melakukan sebuah proses perumusan kebijakan (Bardach dan Patashnik, 2020). Dalam tulisan kali ini kita akan melihat dua negara besar yang sedang mengalami proses transformasi digital yang sangat signifikan, yaitu India dan Cina. Dua negara ini adalah pemimpin dalam industri manufaktur global (Nials, 2020) dan telah melakukan transformasi yang begitu signifikan di dalam lini industri ini. Pada tahun 8 Mei 2015, Xi Jinping dan Li Keqiang di dalam China’s State Council mengumumkan rencana 10 tahun Negara Cina yang mulai berfokus pada transformasi sektor industri manufaktur, mereka menamakan proyek ini sebagai Zhōngguózhìzào èrlíng’èrwǔ atau Made in China 2025 (MIC) (CFR.org, tt) Di waktu yang bersamaan, India di bawah administrasi Narendra Modi meluncurkan sebuah program bernama Make in India (MII). Ini adalah proyek ambisius yang berusaha untuk memajukan manufaktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan membuka peluang investasi negara luar untuk memajukan perekonomian digital dan manufaktur India (Narasimhan 2016). Dalam tulisan kali ini peneliti berusaha melihat dan melakukan komparasi program Made in China 2025 dan Make in India. Peneliti menggunakan kerangka berpikir Digital Readiness UNDP yang kemudian dapat dikembangkan untuk dapat memahami aksi yang dikerjakan dua negara ini, serta bagaimana dampak dari program ini terhadap politik global.
Kata kunci: Made in China, Make in India, Manufaktur, Transformasi Digital
BB Fisipol Building, 5th Floor
Jl. Sosio Yustisia No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia