Trump’s Triumph: How, Why, and What’s Next?

November lalu, masyarakat Amerika Serikat memilih Presiden dan Wakil Presidennya yang baru. Sebelumnya, proses konvensi dari kedua partai, Demokrat dan Republik, telah menentukan dua calon yang akan bersaing menuju kursi kepresidenan. Partai Demokrat mengajukan Hillary Clinton, senator New York (2001-2009) dan secretary of state pada periode pertama pemerintahan Obama. Di sisi lain, Partai Republik mengajukan seorang pengusaha yang kerap mengeluarkan komentar-komentar kontroversial, Donald Trump. Polling yang diadakan pada masa kampanye menunjukkan Hillary mampu mengungguli saingannya. Namun, hasil pemilihan umum menunjukkan Donald Trump terpilih sebagai Presiden ke 45 Amerika Serikat. Donald Trump dikenal kerap mengeluarkan pendapatnya yang kontroversial, misalnya berencana membangun tembok di perbatasan Meksiko dan melarang pengungsi Muslim masuk ke Amerika Serikat. Sikap dan pendapat Donald Trump yang kontroversial menjadikan Amerika Serikat berada pada ketidakpastian tentang yang akan terjadi kedepannya.

15

Institute of Internasional Studies (IIS) membahas fenomena kemenangan Trump tersebut dalam diskusi “Trump’s Triumph: How, Why, and What’s Next?”. Diskusi diadakan pada Kamis, 17 November 2016 di Ruang BA201 FISIPOL UGM. Diskusi dihadiri oleh Dr. Andrew L. Oros, associate professor dari Washington College dengan spesialisasi hubungan internasional di Asia Timur, yang berperan sebagai pematik diskusi dan Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, Kepala Program Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional UGM, sebagai moderator.

Diskusi diawali dengan pemaparan dari Dr. Andrew L. Oros terkait empat hal: yang terjadi pada pemilihan 8 November, yang hasil pemilu katakan mengenai Amerika Serikat, pengaruh pemerintahan Trump bagi Amerika Serikat, dan pengaruh terpilihnya Trump bagi Asia dan kebijakan AS terkait Asia.

26-1
Dr. Andrew Oros saat memberi suvenir kepada satu penanya yang terpilih

Hasil pemilihan umum pada 8 November menjadikan Partai Republik dapat menguasai Senat dan House of Representative. Sebagai dampaknya, Partai Republik mengontrol tiga dari empat bagian pemerintahan federal pada bulan Januari mendatang. Terdapat beberapa hal tidak biasa tentang Donald Trump seperti ia terpilih tanpa memiliki latar belakang politik maupun militer, dan pada masa kampanye mengeluarkan pendapat yang rasis, misogynist, dan anti-muslim, bahkan Trump didukung oleh Ku Klux Klan. Meskipun Donald Trump memenang di electoral vote, tetapi Hillary Clinton mengungguli di popular vote.

Menanggapi hasil pemilihan, terdapat beberapa pendapat yang berkembang di masyarakat. Ada masyarakat yang kecewa terhadap hasil tersebut, tetapi tetap menginginkan proses transisi yang damai dari pemerintahan Obama ke Trump karena transisi yang damai merupakan ciri khas dari demokrasi di Amerika Serikat. Terdapat pula yang mengganggap pemilihan umum ini telah ‘dicuri’ karena adanya peraturan electoral college yang sudah kuno/tidak relevan. Pada pemilihan umum kali ini terdapat kandidat yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak peka terhadap kelompok tertentu. Hal ini menunjukan masih ada pembangunan yang seharusnya dilawan. Selain itu, pemilihan umum juga memperlihatkan bahwa jalan Amerika Serikat masih panjang untuk merealisasikan harapan yang ada di dalam konstitusi, seperti persamaan hak dan perlakuan.

Hal yang akan terjadi di Pemerintahan Trump masih sulit untuk diketahui, meskipun dapat dikatakan terdapat agenda konservatif yang akan terlaksana. Beberapa isu akan segera dibahas seperti pemilihan supreme court justice, regulation freeze, pembatalan Trans-Pacific Partnership (TPP) dan negosiasi ulang NAFTA. Selain isu politis, pemilihan umum membawa dampak terhadap meningkatnya diskusi memecah belah ras, suku, agama, orientasi seksual, dll.

Terpilihnya Trump sebagai Presiden membawa dampak bagi Asia, seperti dapat dipastikan TPP tidak akan berlanjut. Pada saat kampanye, Trump telah menyatakan beberapa kebijakannya tentang negara-negara di Asia, seperti China yaitu adanya pemaksaan tarif impor yang besar untuk menghukum China atas praktik perdagangan yang tidak adil. Sekutu-sekutu AS di Asia pun merasa khawatir dengan Trump yang menginginkan sekutunya berkontribusi lebih, tetapi hal tersebut tidak lantas membuat mereka gelisah.

Diskusi dihadiri oleh sekitar 40 peserta yang berasal dari kalangan mahasiswa dan peneliti di UGM dan sekitarnya. Proses diskusi berjalan dengan lancar dan sesi tanya jawab berlangsung dengan penuh antusias dari para peserta.

Berita lainnya

Acara

Pengumuman