Dalam rangka merayakan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Australia, Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra, dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta menyelenggarakan AUSTRALIA UPDATE 2019 dengan tajuk “Situasi dan Dinamika Dalam Negeri Australia Terkini: Peluang dan Tantangan terhadap Hubungan Bilateral Dengan Indonesia” pada Selasa (12/3).
Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menghadirkan Duta Besar Indonesia untuk Australia H.E.Y. Kristiarto Legowo, Duta Besar Australia untuk Indonesia H.E. Gary Quinlan, serta Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ir. Panut Mulyono M.Eng D.Eng.
Tak hanya itu, untuk memberikan pemaparan terkait kondisi terkini Australia di sektor politik, ekonomi, dan sosio-budaya kegiatan turut menghadirkan pakar dari berbagai institusi, baik dari dalam maupun luar negeri, yang memiliki keahlian dalam bidang studi Australia.
Secara historis relasi kenegaraan atau dikenal dengan sebutan hubungan G2G (government to government) antara Indonesia dan Australia sudah terjalin dengan baik bahkan sejak sebelum era kemerdekaan Indonesia. Di era kontemporer, hal ini masih belum berubah, terbukti dari berbagai kerjasama di berbagai sektor yang terjalin antar kedua negara.
Hubungan tersebut kian menguat dengan berubahnya status kerja sama comprehensive partnership menjadi comprehensive strategic partnership yang resmi terjalin dengan ditandatanganinya Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA) miggu lalu.
“Indonesia dan Australia saling bekerja sama karena keduanya paham akan kebutuhan masing-masing negara dan kerja sama tersebut dieksekusi dengan sangat baik.” tutur Gary Quinlan dalam pidato pembukaannya.
Gary menambahkan bahwa dalam menghadapi lingkungan yang terus berubah, dibutuhkan negara tetangga yang baik untuk saling membantu. Sayangnya, meski relasi antar pemerintahan telah terjalin dengan baik, kerja sama antar warga atau people to people masih membutuhkan peningkatan.
Kristiarto S. Legowo menyatakan bahwa ‘kerikil’ di antara kedua negara sering dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan diantara dua masyarakat. Karenanya hubungan diantara masyarakat di kedua negara harus ditingkatkan.
“Kita yakin bahwa semakin masyarakat paham hubungan ini dengan baik, semakin dekat hubungan kita satu sama lain” tutur Kristiarto.
Gary Quinlan juga mempertegas hal ini dengan menyatakan bahwa ketidaktahuan diantara dua negara perlu diberantas dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat sebagai landasan untuk membangun hubungan yang lebih komprehensif. Salah satu upaya dapat diwujudkan dengan diadakannya forum Australia Update, untuk memberikan celah informasi bagi masyarakat.
Kegiatan ini turut menghadirkan Nick Butterly, Jurnalis Senior “The West Australia” dan Dr. Dafri Agussalim, Dosen Departemen Ilmu Hubungann Internasional Universitas Gadjah Mada untuk memaparkan situasi politik di Australia terkini; Dr. John Hewson, Crawford School of Public Policy Australia National University, Alison Duncan, Minister-Counsellor Bidang Ekonomi, Kedutaan Besar Australia, dan Della Temenggung, Wakil Direktur Prospera untuk memaparkan seputar kondisi ekonomi di Australia, serta Ben Bland, Direktur South East Asia Project “Lowy Institute”, Dave Pebbles, Minister-Counsellor bidang Politik dan Komunikasi Strategis Kedutaan Besar Australia, dan Endy Bayuni, Editor Seior “The Jakarta Post” yang memaparkan situasi sosio-kultural Australia kotemporer.
Penulis: Sonya Teresa Debora
Editor: Novi Dwi Asrianti